BREAKING NEWS

Cagar Alam Kamojang dan Gunung Papandayan Harga Mati


JAKARTA-Beragam elemen masyarakat dari Jawa Barat yang tergabung dalam Aliansi Cagar Alam Jawa Barat melakukan menolak perubahan status Cagar Alam Kamojang dan Cagar Alam Gunung Papandayan menjadi Taman Wisata Alam. Mereka langsung melakukan long march dari titik nol kota Bandung ke kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Jakarta untuk menyuarakan itu.

Bersama aktivis lainnya, mereka menuntut Menteri Siti Nurbaya Bakar untuk mencabut Keputusan Menteri  Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor SK.25/MENLHK/SETJEN/PLA.2/1/2018 tentang Perubahan Fungsi dalam Fungsi Pokok Kawasan Hutan dari sebagian Cagar Alam Kamojang seluas ±2.391 hektare dan Cagar Alam Gunung Papandayan seluas ±1.991 ha menjadi Taman Wisata Alam (TWA), terletak di Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat tertanggal 10 Januari 2018.

Tuntutan pencabutan ini diajukan karena, Perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan Cagar Alam melanggar atau bertentangan Undang-Undang No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan melanggar RTRW Nasional.  Perubahan status ini juga tidak melibatkan umum, pihak-pihak yang berkepentingan, masyarakat, organisasi lingkungan hidup, dan kelompok masyarakat sadar kawasan, seperti yang diharuskan Undang-Undang 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Selain itu, perubahan status cagar alam menjadi Taman Wisata Alam ini akan merusak Danau Ciharus, danau purba yang terletak di Cagar Alam Kamojang. Danau Ciharus ini menjadi sumber air sungai Citarum dan Cimanuk, kedua sungai ini termasuk sungai yang sangat penting bagi kehidupan warga Bandung Selatan.

Hutan Cagar Alam Kamojang dan Papandayan menjadi kawasan yang sangat penting bagi kelestarian lingkungan dan kehidupan di Bandung Selatan setelah Bandung Utara jadi “hutan beton”. Banjir badang Garut tahun 2016 yang sangat mengerikan bagi lingkungan maupun kemanusiaan itu salah satunya disebabkan oleh rusaknya lingkungan di kawasan penyangga Cagar Alam Kamojang dan Papandayan. Penolakan perubahan satatus ini juga menjadi upaya penyelamatan Bandung Selatan sebagai Benteng Terakhir Paryahiangan Selatan.


Sedikitnya ada 20 aktivis yang diterima Direktur Jenderal Konservasi dan Sumber Daya Alam dan Ekosistem (Dirjen KSDAE KLHK), Wiratno. Dalam pertemuan itu, Wiratno berjanji akan menyampaikan tuntutan massa langsung kepada Menteri LHK, Siti Nurbaya.

Salah satu poin yang disampaikan dalam pertemuan itu, pecinta lingkungan hidup akan melakukan inspeksi mendadak (sidak) di tiga titik di Kamojang dan Papandayan. Hal ini dilakukan untuk memastikan tidak ada aktivitas dalam kawasan. Wiratno juga berjanji akan melakukan komunikasi langsung dengan aliansi untuk meng-update perkembangan tuntutan massa aksi.

"Kurang puas, karena target utama aksi adalah menteri mencabut SK 25/2018. Akan tetapi perjuangan Aliansi Cagar Alam Jawa Barat tidak akan berhenti sebelum SK tersebut dicabut," ujar perwakilan WALHI Jawa Barat, Iwang, Rabu (6/3).

Hal ini didorong juga Eksekutif Nasional WALHI, Edo Rahman. Dia mengatakan, penurunan status cagar alam menjadi Taman Wisata Alam adalah indikasi yang menunjukkan penurunan kualitas kerja Presiden Jokowi dan Menteri LHK. Penurunan status cagar alam ini, lanjutnya, bisa diindikasikan hanya untuk mengakomodir kepentingan korporasi untuk mengeruk potensi sumber daya alam di cagar alam tersebut.



Koordinator Aliansi Cagar Alam Jawa Barat,
Kidung mengatakan akan terus berupaya mengkampanyekan pencabutan SK tersebut. Dia mengaku akan mendatangi kantong-kantong pecinta alam untuk menyuarakan hal serupa.

"Juga dikantong-kantong masyarakat yang kemungkinan akan terkena dampak perubahan satatus ini. Mereka juga akan membantu melengkapi data-data penguat agar Dirjen KSDAE mempunyai alasan yang kuat  untuk mendorong pencabutan SK ini," tegasnya.

Share this:

Posting Komentar

 
Copyright © 2014 gandawesi.or.id. Designed by OddThemes