BREAKING NEWS

Antara Rinjani dan Abar Mukti

Teruslah berkarya Gandawesi. Akan selalu ada anggota-anggota baru yang akan membawa bendera Gandawesi di puncak-puncak tertinggi ( Osiani P)
Pada tahun 2012 yang lalu, tepatnya di bulan April, kami yang pada saat itu masih menjadi Anggota Muda Gandawesi, menjalani kegiatan ekspedisi yang kami namakan Ekspedisi Sasak Rinjani. Persiapan dimulai dari bulan Januari 2012. Sebagai Anggota Muda, merupakan bagian dari tugas PPNIA yang mengharuskan kami mengadakan presentasi secara berkala, untuk melaporkan sampai sejauh mana persiapan kami.
Biaya menuju Rinjani tidak murah, kadangkala kami menemukan dinamika-dinamika dalam mencapai tujuan. Entah itu permasalahan keuangan, perizinan, sulitnya mengumpulkan anggota, hingga kadangkala kami berpikir, apakah ekspedisi ini bisa dilaksanakan atau tidak. Namun berkat keteguhan hati kami, akhirnya dengan tekad bulat dan dukungan dari Anggota Gandawesi yang lainnya, pada tanggal 19 April 2012 kami berangkat menuju Rinjani.

Perjalanan
Seharusnya kami berangkat 9 orang, karena angkatan kami terdiri dari 9 orang, yaitu Galih sebagai ketua angkatan, Osi, Tyas, Mira, Toto, Samsul, Yogi, Rizal dan Riska. Namun, Riska berhalangan untuk mengikuti ekspedisi ini karena satu dan lain hal yang tidak bisa saya sebutkan alasannya di sini. Singkat cerita, kami hanya berangkat berdelapan, dengan dibimbing oleh Rivan (Anggota Kehormatan), Gilang, Tole, dan Deni ‘Sabah’.
Sebelum berangkat, seperti biasa kami melakukan upacara pemberangkatan. Saya pribadi sangat menyukai upacara pemberangkatan ini, entah kenapa semua anggota seperti berseri-seri. Ada beberapa ALB (Anggota Luar Biasa) yang menyempatkan untuk hadir pada upacara ini, semata-mata sebagai bentuk support mereka terhadap kami.
Gambar : Foto bersama sebelum berangkat
Perjalanan yang kami tempuh menggunakan jalur transportasi darat. Trasnsportasi pertama kami yaitu mobil travel, bantuan transportasi dari UPI. Kami diantar sampai stasiun Kiaracondong, Bandung. Jadwal kereta kami yaitu pukul 20.40 WIB dengan nama kereta Kahuripan. Tujuan kereta Kahuripan sendiri yaitu ke stasiun Kediri, namun kami hanya sampai Yogyakarta, yang tiba di stasiun Lempuyangan pukul 05.30 WIB.
Selanjutnya kami menyambung kereta dengan tujuan Banyuwangi, Jawa Timur, dengan nama kereta Sri Tanjung. Kereta ini membawa kami ke ujung timur pulau Jawa, sehingga memakan waktu hingga 15 jam di dalam kereta.
Gambar : Untuk Mengusir Rasa Bosan, Kami Bermain Kartu
Sesampainya di stasiun Banyuwangi, waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 WIB. Kami memutuskan untuk keluar dari stasiun dan mencoba menyegarkan diri dengan meminum kopi di warung sekitar stasiun. Sekitar 1 jam, akhirnya kami melanjutkan perjalanan ke pelabuhan Katapang, yang selanjutnya akan mengantar kami dengan Ferry ke Pulau Bali. Karena jarak yang dekat, kami hanya berjalan kaki menuju Pelabuhan Katapang.
Setelah membeli tiket, kami langsung menaiki Ferry. Jarak tempuh hanya 30 menit, karena ombaknya juga tidak terlalu besar. Hingga sampailah kami di Pulau Dewata, Bali tepat pukul  12 malam. Disana kami langsung mencari bus yang akan mengantar kami ke pelabuhan Padang Bai, Bali. Perjalanan kami yang cukup panjang dengan memakai berbagai alat transportasi (kecuali pesawat), membuat kami kelelahan dan saya sendiri tidak ingat sudah duduk di dalam bis.
Tepat pukul 07.00 pagi waktu setempat, kami tiba di Pelabuhan Padang Bai. Kami langsung membeli tiket untuk menaiki Ferry yang akan membawa kami ke Pulau Lombok, dan tak lama kami dipersilahkan memasuki Ferry. Waktu tempuh kurang-lebih 4 jam lamanya. Namun dalam waktu 4 jam tersebut, meskipun rasa lelah masih terasa, dan kaki bengkak-bengkak karena terlalu lama duduk dan digantung, tidak membuat kami tertidur. Sepanjang perjalanan Ferry, kami menemukan lumba-lumba seperti mengikuti kapal yang kami tumpangi. Itu hal langka yang tidak akan pernah kami temukan di Bandung.
Sekitar pukul 11.00 siang, akhirnya kami tiba di Pelabuhan Lembar, Lombok, NTB. Kami disambut hangat oleh Pak Rahmat, beliau adalah supir travel yang sudah kami pesan dari jauh-jauh hari. Kami menyewa 2 mobil, karena ternyata dengan besarnya ransel-ransel yang kami bawa, 1 mobil tidak mampu menampungnya.
Tujuan kami selanjutnya sebenarnya adalah Rinjani Trekking Centre (RTC) yang berada di Sembalun. Namun sebelum menuju ke sana, kami memutuskan untuk makan siang dan belanja perbekalan di pasar terdekat terlebih dahulu. Ketika semua urusan perut sudah selesai, barulah kami menuju RTC di Sembalun. Saya tidak ingat berapa lama jarak tempuh yang kami lalui, karena selepas makan siang, di mobil saya tertidur, dan ketika terbangun, mobil sedang melewati hutan nan lebat dan hari sudah malam. Sesampainya di RTC, kami memasak, sekaligus membereskan perbekalan yang akan kami bawa keesokan hari. Setelah itu kami memposisikan tidur dan istirahat agar tenaga kami cukup untuk pendakian esok paginya.

Pendakian
Keesokan pagi, kami bersiap-siap untuk melakukan pendakian. Sekitar pukul 07.00 pagi waktu setempat, kami melakukan pendakian. Rinjani sudah menyuguhkan pemandangan yang luar biasa, bahkan sebelum kami mulai mendaki. Trek pertama yang kami lalui adalah jalan aspal warga, yang membawa kami masuk ke perkebunan warga. Setelah berjalan hampir 1 jam, barulah mulai memasuki jalan setapak, dimana sejauh mata memandang, padang ilalang terbentang. Cuaca sangat terik, padahal matahari belum sampai dititik pusatnya.
Gambar : Suasana perjalanan di awal pendakian
Gambar : Padang ilalang sepanjang perjalanan

Gambar : Kadangkala trek diwarnai oleh batuan terjal
Hal menarik dari sepanjang jalan pendakian adalah, puncak Rinjani selalu terlihat seolah-olah mengawasi para pendaki dalam menempuh perjalanan. Kami berhenti cukup lama di pos 1 untuk makan siang. Kurang lebih 2 jam kami beristirahat, perjalanan-pun dilanjutkan kembali. Target dari Galih, selaku operasional, kami tiba di Pelawangan Sembalun pukul 23.00 malam. Untuk itu perjalanan dipercepat dan hanya sesekali istirahat di tempat-tempat tertentu, itu pun tidak lama karena kami harus mengejar waktu. Ditambah beberapa dari kami ada yang tidak bisa melakukan perjalanan di malam hari.
Ketika waktu menunjukkan pukul 18.00 WIB, kami sampai berada di tanjakan penyesalan. Cuaca cerah berangin yang membuat beberapa dari kami memakai jaket. Disaat itu, sinyal telepon cukup kuat, untuk itu kami menyempatkan menelepon Ketua Dewan Pengurus yang saat itu masih Rona yang menjabat, untuk memberi kabar terakhir mengenai pendakian.
Selepas istirahat, kami melanjutkan perjalanan. Sepanjang perjalanan, hanya sedikit sekali kami berpapasan dengan pendaki lain. Maklumlah, di tahun 2012, belum booming film pendakian 5cm, sehingga mendaki gunung masih jadi kegiatan yang hanya dilakukan orang-orang langka.
Sekitar 2 jam berjalan, tanjakan belum juga berakhir. Mungkin kenapa dinamakan Tanjakan Penyesalan, karena memang tanjakan tersebut membuat saya menyesal kenapa naik gunung. Saya sendiri sudah tidak bisa berpikir jernih, karena oksigen yang semakin tipis, angin-pun semakin besar. Semakin lama saya berhenti, suhu tubuh saya cepat sekali menurun. Disisi lain, saya sudah menyeret langkah saya, kadangkala saya terjatuh, namun saya bangun lagi. Kondisi yang lain-pun tidak lebih baik. Ada yang mulai berjalan sambil mendesah, ada yang sedikit-sedikit batuk, bahkan ada yang sambil bergumam tak jelas. Saya tidak ingat, siapa yang di depan saya, yang jelas pada saat itu, saya minta berhenti karena saya kesulitan bernafas. Selebihnya saya tidak ingat lagi apa yang terjadi. Ketika terbangun, saya sudah di dalam tenda dengan beberapa tumpuk sleeping bag di atas badan saya.
Ternyata di tanjakan tersebut, saya mengalami trouble, dan tim pendakian terpaksa menggelar tenda karena jelas pendakian tidak bisa dilanjutkan. Saya sendiri merasa malu karena ulah saya, pendakian tidak sesuai yang dengan yang sudah dijadwalkan. Namun semua itu di luar kuasa saya. Sempat merasa menyesal, kenapa sebelum pendakian saya tidak berusaha keras dalam mengolah fisik sehingga asma saya tidak akan kambuh.

Pelawangan Sembalun
Siang hari kami sudah tiba di Pelawangan Sembalun. Hal ini membuat kami mempunyai waktu lebih untuk istirahat, karena kami harus mulai summit jam 2 pagi. Di Pelawangan Sembalun ini pemandangannya juara. Danau Segara Anak terlihat di sela-sela awan, puncak Senaru dan puncak Rinjani terlihat sangat cantik. Dan matahari, entahlah, meskipun selama kami berjalan tidak henti-hentinya menyinari, tapi matahari sangat cantik terlihat dari sini. Kami menghabiskan waktu dengan memasak, main kartu, cerita-cerita hal yang tidak penting sebenarnya. Tapi itu membuat kami semakin dekat satu sama lain.
Gambar : Suasana di Pelawangan Sembalun
Kami memutuskan tidur cepat, sekitar pukul 19.00 waktu setempat, kami sudah tertidur di tenda hingga pukul 02.00 pagi, Rivan membangunkan kami untuk bersiap-siap summit. Cuaca pada saat bangun sangat dingin. Dinginnya sampai ke tulang. Saya sudah memakai baju lebih dari 3 lapis, tapi tetap saja dinginnya terasa.
Setelah sedikit mengisi perut dan mengatur perbekalan yang akan di bawa ke atas sana, kami-pun berdoa untuk mengawali pendakian ke puncak kali ini. Lalu kami langsung berangkat untuk bertemu dengan Dewi Anjani di puncak sana.
Gambar : Perjalanan ke puncak
Gambar : Trek perjalanan ke puncak
Perjalanan ke Puncak cukup berat. Jalur yang ditempuh berupa batuan yang dua kali melangkah, maka turun satu langkah. Dari awal perjalanan, puncak selalu terlihat, seolah-olah sebentar lagi sampai. Tapi ternyata masih sangat jauh. Di sepanjang jalan, tidak sedikit pendaki yang putus asa dan memilih berhenti. Saya sendiri hampir menyerah, tapi saya malu karena teman-teman yang lain tidak pernah menyerah terhadap saya. Kami saling menyemangati satu sama lain hingga akhirnya setelah 6 jam perjalanan summit, kami semua tiba di puncak, meskipun tidak secara bersamaan.
Kami melakukan seremoni kecil yang dipimpin oleh ketua ekspedisi, Tyas. Saya sendiri ketika tiba di puncak, tidak bisa menahan air mata. Semua perjuangan terbayar habis, di pikiran saya teringat bagaimana kami semua bisa sampai ke sini. Tawa, tangis, air mata, pulang pagi, kadang-kadang bahkan tidak pulang, uang, waktu, segala perjuangan terbayar habis ketika kami semua tiba di puncak. Haru bercampur biru langitnya Rinjani, menyatu jadi satu dalam air mata kami. Tidak ada kata selain bersyukur pada Yang Maha Kuasa pada saat itu. Kami menyadari, kami bukanlah apa-apa tanpa Tuhan dan berbagai pihak yang sudah membantu kami. Sungguh, saya atas nama angkatan Abar Mukti, mengucapkan terimakasih yang mendalam, yang mungkin belum kami sampaikan pada siapapun yang telah mendukung kegiatan kami. Jika ada kata yang lebih tinggi dari terimakasih, akan kami berikan dengan tulus.
Gambar : Foto bersama di Puncak Rinjani

Danau Segara Anak
Setelah turun dari puncak, kami tiba di Pelawangan Sembalun. Setelah makan siang dan packing, kami beranjak ke Danau Segara Anak. Dulu, sebelum berangkat ke Rinjani, kami sempat membaca artikel yang berisi mitos, jika melihat danau tersebut dan terlihat luas, maka anda berumur panjang. Namun jika terlihat kecil, maka anda akan berumur pendek. Sayangnya, kami sampai di camp Segara Anak sudah cukup malam. Sehingga besar atau kecilnya danau tersebut tidak terlihat. Namun pada saat di pagi hari, kami semua melihat danau tersebut. Lucunya adalah, kami semua mengatakan “besar yah danaunya. Iya besaaaarrr” sembari senyum-senyum malu. Entah benar besar atau sebenarnya takut mengira diri sendiri berumur pendek.
Gambar : Abar Mukti di Segara Anak
Kami hanya stay 1 malam di Segara Anak, karena sebenarnya tim ekspedisi sudah kelebihan 1 hari dalam pendakian ini. Maka di pagi hari, kami langsung menuju Pelawangan Senaru. Perjalanan cukup menanjak dan berbahaya. Batu-batu terjal sering kami temui selama di perjalanan. Terlebih menurut pendaki lain, seminggu yang lalu ada wisatawan luar negeri yang terjatuh dari jalur Senaru ini. Hal tersebut jelas membuat kami meletakkan kewaspadaan lebih selama perjalanan.
Gambar : Jalur Segara Anak - Senaru

Pelawangan Senaru
Sampailah kami di Pelawangan Senaru pada sore hari sekitar jam 15.00 waktu setempat. Kami memutuskan untuk mengisi perut terlebih dahulu, karena terakhir kami mengisi perut adalah di pagi hari. Di Pelawangan Senaru, kami bertemu dengan 2 orang Bali yang sedang beribadah, Pak Ketut dan Pak Wayan. Mereka meminta jalan bersama untuk turun ke Senaru karena mereka tidak punya penerangan. Kami pribadi sangat senang, terlebih Pak Ketut dan Pak Wayan hafal betul bagaimana Rinjani, jadi kami bisa sekalian tanya-tanya mengenai cerita legenda yang ada di gunung ini.
Tepat pukul 17.00 waktu setempat, kami melanjutkan perjalanan dengan tujuan pos RTC Senaru. Di jalur Senaru, sangat berbeda dengan jalur Sembalun. Jalur Senaru lebih rapat hutan-hutannya, berbeda dengan jalur Sembalun yang terbuka. Ada hawa yang tidak biasa ketika kami berjalan. Saya sendiri mengalami kejadian tak biasa. Suhu tubuh saya meningkat drastis, padahal cuaca sangat dingin. Muka saya merah seperti tomat rebus. Kepala saya pusing bukan kepalang, padahal di Pelawangan Senaru, Galih memberi saya obat sakit kepala. Belakangan Tyas memberi tau bahwa obat yang Galih berikan salah, mungkin itulah yang menyebabkan saya seperti ini.
Karena kondisi saya yang semakin mengkhawatirkan, di Pos 3 kami semua berunding apakah akan melanjutkan perjalanan turun atau camp satu malam lagi. Saya sendiri tidak diikut sertakan berunding, karena kondisi yang semakin memburuk. Waktu saat itu menunjukkan pukul 8 malam.
Akhirnya setelah perdebatan yang cukup panjang, kami memutuskan untuk tetap berjalan. Pak Wayan dan Pak Ketut menitip pesan, jika ingin singgah, jangan di Pos 2. Lebih baik dipaksakan berjalan. Kami-pun meng-iyakan karena mereka penduduk lokal yang sudah terbiasa beribadah ke Rinjani.
Lalu kejadian mistis menghampiri kami. Seharusnya perjalanan kami turun cukup 2 setengah jam. Namun sudah hampir 4 jam kami berjalan, tidak sampai-sampai. Jangankan sampai, pos 2-pun belum kami lewati sama sekali. Hal ini membuat seluruh tim cukup ketakutan. Terlebih beberapa dari kami merasa sudah berkali-kali melewati jalan yang sama. Kadangkala kami mendengar suara orang hajatan, senter-senter pendaki, atau suara motor. Tapi ternya itu hanyalah halusinasi kami.
Akhirnya setelah menemukan tempat yang cukup luas untuk camp, kami memutuskan untuk menginap semalam, mengingat kondisi kami yang sudah tidak karuan. Pak Wayan dan Pak Ketut juga menganjurkan kami untuk menginap 1 malam, dengan alasan yang mereka tidak bisa berikan.
Keesokan paginya, kami memulai lebih pagi untuk perjalanan turun, mengingat hal yang kami takuti adalah kami salah jalur. Tapi ternyata setelah 10 menit berjalan, pos 2 ada di depan mata. Hal ini membuat kami lega sekaligus terheran-heran, karena jarak tempuh pos 3 dengan pos 2 seharusnya hanya 1 jam, mengingat ini adalah perjalanan turun. Tapi kami cukup beruntung tidak bermalam di pos 2. Konon, siapapun pendaki yang menginap di pos 2, rambut salah satu pendaki yang paling panjang akan ditarik keluar tenda. Beruntunglah saya.
Gambar : Foto bersama sebelum berpisah dengan Pak Wayan dan Pak Ketut

Sasak Senaru
Kami tiba di Pintu Pendakian Senaru pukul 11 siang. Di Pos Pendakian, kami bersih-bersih diri dan segera melanjutkan kegiatan selanjutnya yaitu menggali informasi mengenai Rinjani dengan warga setempat. Kebetulan di dekat Pos RTC, ada desa adat Sasak Senaru. Disanalah kami mendapat cerita-cerita mistis dari Rinjani. Selain itu, kami dibuat merinding dengan pernyataan dari narasumber. Beliau mengatakan Sembalun artinya sembilan dan Senaru artinya Sinar. Itu seperti nama angkatan kami, Abar Mukti, yang berarti sinar matahari, dan angkatan kami beranggotakan 9 orang. Hal ini membuktikan bahwa tidak ada kebetulan di dunia ini, semua sudah suratan takdir dari Yang Maha Kuasa.
Kami menyempatkan diri untuk singgah di mapala FKIP UNRAM. Di sana kami diterima dengan sangat baik dan ramah, padahal kadangkala kami terkendala bahasa. Terimakasih untuk mapala FKIP UNRAM yang sudah menerima kami.
Gambar : Keramahan mapala FKIP UNRAM yang sudah menerima Gandawesi

Epilog
Ekspedisi Sasak Rinjani mungkin menjadi gebrakan untuk Gandawesi bahwa sudah bertahun-tahun lamanya Gandawesi tidak mengadakan ekspedisi ke luar pulau. Diharapkan dengan adanya ekspedisi ini, anggota jadi tergugah untuk mengadakan ekspedisi ke tempat yang lebih jauh lagi. Kami, Abar Mukti, telah membuktikan bahwa tidak ada mimpi yang tidak menjadi nyata tanpa adanya usaha dan kerja keras. Semua mimpi bisa terwujud asalkan mau berjuang lebih dari biasanya.
Pada akhirnya kebanggaan terletak ada di diri masing-masing. Kami bangga telah membawa bendera Gandawesi sampai ke puncak Rinjani, meskipun status keanggotaan kami masih Anggota Muda.

Teruslah berkarya Gandawesi. Akan selalu ada anggota-anggota baru yang akan membawa bendera Gandawesi di puncak-puncak tertinggi, sungai-sungai terpanjang, goa-goa tergelap, laut-laut terdalam, pedalaman-pedalaman terpencil, hinga lepas pantai terjauh, selama semangat berjuang masih ada dalam diri seorang pionir. Satu Tekad Satu Tujuan, dan tetap Satu Keluarga. Gandawesi!!

DIBUANG SAYANG !
Berikut saya kenalkan tim Ekspedisi Sasak Rinjani :
Ningtyas Utami (Tyas) - Ketua Panitia Ekspedisi.
Hobinya jadi kucing dapur, tapi kalo di kasih masako langsung pergi

Galih Yusuf Laksana (Galih) - Ketua Angkatan Abar Mukti merangkap Operasional
Rinjani adalah tempatnya menggalau, karena baru putus sama pacarnya
Fahruk Mukti Bakhtiar (Toto) - Medis
Si hitam manis ini mendapat julukan TOTO TAILOR karena dimanapun berada, ia akan menjahit
M. Yogi Febdiandi (Yogi) - Logistik
Ganteng kalem, diem, sekalinya gerak riweuh.

Samsul Azis (Acul) - Publikasi dan Dokumentasi
Sang Dokumenter yang semua alat dokumentasi dikalungin.
Rizal Zaenal Muqodas (Ijal) - Dana Usaha
Dari diksar sampe ekspedisi, kerjaannya adalah meracuni teman seangkatannya dengan sambal buatannya.
Mira Maryanti (Mira) - Bendahara
Ibu tiri yang kekuatannya super layaknya porter
Gilang Purnama (Gilang) - Pembimbing
Seorang pendaki yang jika malam hari, mendaki dengan menutup mata
Taufik Sastra (Tole) - Pembimbing
Radio berjalan dengan lagu favorit BOB MARLEY
M. Rivan (Medonx) - Pembimbing
Porter gunung yang jago masak dan merayu wanita
Deni Sabah - Anggota Luar Biasa

Daaaaaannn ini adalah saaayyaaaa.. Biarin lah ya yang lain fotonya seadanya, kan yang nulis saya. Jadi suka-suka!
Osianni Pertiwi (Osii) - Sekretaris
Da aku mah apa atuh, kerjaannya juga nulis, apalah aku tanpa mereka di atas :'(




Share this:

1 komentar :

 
Copyright © 2014 gandawesi.or.id. Designed by OddThemes